Merajut Ukhuwah, Dalam Dakwah, Bernuansa Ilmiah

Merajut Ukhuwah, Dalam Dakwah, Bernuansa Ilmiah

Kamis, 10 Maret 2011

Mengapa Aku Meninggalkan Bayiku?


Sembilan tahun menjalani rumah tangga. Sambil bekerja secara tidak tetap, adalah bukan pilihan yang mudah. Bukan untuk mengaktualisasikan diri, tapi memang sebuah tuntutan.
Ada banyak ibu-ibu lain yang harus menjalani profesi ibu rumah tangga sambil bekerja di luar rumah seperti saya. Apakah sebagai pengajar, sebagai pegawai kantoran, ataukan pekerja pabrik, dan bidang garapan lainnya.
Di wilayah industri, dimana kesempatan bekerja bagi wanita terbuka lebar, kemungkinkan kami kaum hawa untuk berkiprah di dalamnya. Memang ada sebagian pihak yang menilai bahwa bagaimana pun wanita wajib di rumah. Kegiatan semua terpusat di rumah. Itu memang sesuatu yang didamba oleh semua ibu di dunia ini.
Seorang ibu sangat berkeinginan memantau setiap detik dari perkembangan buah hatinya.
Mulai dari sang buah hati hanya bisa menangis ketika rasa haus mendera, sampai menangis lagi karena tidak betah oleh rasa tidak nyaman karena ingin diganti popok. Sampai kemudia sang buah hati mulai dapat mendengar dan memberikan reaksi berupa senyuman saat sang ibu berceloteh kepadanya.
Menginjak usia dua bulan, sang buah hati yang mulai bisa tengkurap dan mulai luas akitivitas geraknya, harus sudah ditinggal oleh Ibu karena bekerja.
Saya teringat kelahiran anak yang ketiga, waktu itu saya mengambil cuti tidak satu setengah bulan sebelum proses persalinan, tapi mepet lahiran dengan pertimbangan supaya kebersamaan saya dan si kecil lebih lama, yaitu 3 bulan.
Baru sekitar tiga minggu dari proses persalinan, atasan saya yang kebetulan orang asing, menelpon dan menanyakan kabar saya dan si kecil, sekaligus mempertanyakan kapan bisa masuk kerja lagi. Karena pengganti saya dirasa kurang berkenan dimatanya. Saya kaget, karena saya belum mempersiapkan segala sesuatunya, seperti mengenalkan dot, dan lainnya. Setelah proses tawar menawar, sambil konsultasi kepada suami, akhirnya saya menyanggupi satu bulan kemudian untuk aktif kembali bekerja.
Dalam kondisi seperti ini, atau bagi ibu-ibu lain yang harus kembali aktif bekerja padahal bayi masih berumur dua bulan, apakah merasa senang karena untuk sesaat terbebas dari kewajiban pengurusan sang buah hati yang masih sangat sangat rentan? Tentu Ibu manapun akan menjawab: tidak!
Apakah juga segampang itu untuk meninggalkan buah hatinya dirumah bersama pengasuhnya seharian? Lagi-lagi tentu tidak!
Hanya para ibu pekerja lah yang dapat merasakan betapa beratnya saat saat meninggalkan buah hatinya demi bekerja.
Saya tidak mempermasalah beberapa kalangan yang mungkin akan mengembalikan dilemma ini kepada ibu pekerja bersangkutan. Kenapa Ibu tidak memilih di rumah, kenapa ibu tidak keluar kerja saja, dan sebagainya dan sebagainya. Untuk kasus tertentu, bagi ibu yang menjatuhkan pilihan untuk bekerja, tentu memahami betul konsekuensi dari pilihannya. Ibu tentu memahami, bahwa dengan bekerja tugas dan peranannya akan bertambah, dan itu tentu tidak dapat dihindari.
Di malam hari sering bangun karena harus memberikan ASI, atau menggantikan popok. Di pagi hari harus mulai siap beraktifitas menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga, dan bersiap pergi bekerja.
Belum lagi tugas pelayanan untuk suami, menghamba pada Tuhannya, dan tugas tugas kemasyarakatan.
Mudahkah menjalani itu semua? Tentu saya berbohong jika saya katakan, mudah kok!! Semua ada tantangan. Tapi itu pilihan yang telah kita tentukan bukan? Pilihan yang harus kita jalani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.
Ingat ibu, ketika kita bekerja, maka tidak ada satu pihak pun yang harus dikurangi haknya. Misalnya, ketika ibu mempunyai bayi, apakah karena demi bekerja, kemudian si kecil tidak mendapat haknya untuk mendapatkan ASI? ASI eksklusif adalah hak bayi, dan kewajiban ibu.
Saya ingin menekankan, betapa berharganya ASI bagi bayi kita. Banyak ibu pekerja yang saya temui, beralasan karena ASI nya kering, dan sedikit jadi ketika si kecil mulai ditinggal bekerja, sudah diperkenalkan dengan susu kemasan, tidak lagi diberi ASI. Padahal jika saja ibu mau, ASI akan tetap banyak dan subur walaupun tidak langsung diberikan pada bayi, tapi harus melalui diperas terlebih dahulu.
Ibu, ASI eksklusif bisa tetap diberika pada si kecil jika ibu sendiri lah yang giat berusaha. Ibu dapat memerah ASI di tempat kerja sampai 4 atau lima kali dalam waktu jam kerja. Banyak usaha- usaha yang dapat dilakukan untuk tetap mempertahankan kuantitas dan qualitas ASI. Nanti, kita coba sebutkan satu persatu apa saja yang dapat kita usahakan supaya si kecil mendapatkan haknya walau ditinggal ibu bekerja.
Untuk mempersiapkan kelahiran buah hati yang ke-empat sekitar 4 bulanan lagi, saya sudah mulai menanam pohon katuk, yaitu pohon yang daunnya dapat kita konsumsi untuk memperbanyak ASI. Ada banyak cara untuk berikhtiar supaya buah hati kita tetap mendapatkan haknya.
Seputar masalah ASI kah masalah masalah ibu bekerja? Oh, tidak. Banyak yang lainnya.
Selama rentan waktu tertentu, adakalanya buah hati ibu turun dari segi kesehatannya, sehingga butuh diperiksa ke dokter, bahkan ada beberapa yang harus dirawat.
Dalam kondisi seperti itu, anak sangat membutuhkan perhatian ekstra. Dalam kondisi seperti itu, kewajiban ibu bukan hanya sekedar membawanya ke dokter, lalu selesai. Akan tetapi, yang lebih penting adalah keberadaan ibu di sisinya.
Dapat dipastikan, jika anak saya sakit, pasti saya tidak masuk bekerja, atau minimal masuk hanya setengah hari, tergantung kondisi anak. Suatu saat, saya diprotes oleh seorang rekan kerja, “memang suaminya tidak bisa membawa anaknya ke dokter?”. Rekan saya bertanya seperti itu mengingat status kepegawaian saya yang kontrak, insya Allah beliau mengkhawatirkan penilaian saya dimata atasan.
Tetapi masalahnya disini, apakah dengan membawa anak kita yang sakit ke dokter, tugas kita selesai?
Anak yang sakit, bukan hanya sekedar membutuhkan obat, tapi perhatian ibu!!
Coba kita perhatikan, betapa rewelnya mereka saat sakit. Itulah anak. Tegakah ibu membiarkan buah hatinya bersama pengasuh, sementara bisikan lemahnya hanya memanggil; ibu…Ibu…
Ibu, beranikanlah diri untuk tidak masuk kerja dalam kondisi seperti itu. Maaf, bukan saya mengembar-gemborkan supaya ibu membolos, tetapi ini adalah pilihan yang harus berani diambil.
Jika ibu tidak masuk karena anak sakit, maka mungkin ibu merisaukan penilaian ibu dimata atasan akan berkurang. Tidak masalah. Toh, penilaian hanya bersifat tahunan. Bukankah penilaian yang bersifat hakiki adalah penilaian dihadapan Allah SWT?
Jika ibu lebih memilih tetap pergi bekerja dalam kondisi anak sakit, maka penilaian di hati anak akan membekas. Bukan hanya ditahun itu, tapi di tahun tahun berikutnya, sampai kapan pun. Anak akan merasakan kurang kasih sayang, hatta dalam keadaan sakit.
Jadi, ibu bekerja, adalah tetap ibu rumah tangga yang mempunyai tugas dan kewajiban sama dengan ibu lain yang seratus persen beraktifitas didalam rumah. Jika saya berkenalan dihadapan forum, saya selalu bilang aktifitas saya adalah ibu rumah tangga plus.
Jadi, Yuk kita lebih professional dalam mengatur tugas utama kita, sebagai ibu rumah tangga, seprofesional kita menjaga profesionalisme dalam bekerja. Kita lebih perhatian lagi kepada hak hak anak, diawali dengan tetap memberikan ASI eksklusif seperti tadi dibahas diatas.
Berikut ini ada beberapa tips untuk tetap memberikan ASI eksklusif, walau ibu harus bekerja:
  1. Ada keterikatan batin antara ibu dan bayi, sehingga ketika ibu jauh dari rumah sekalipun, maka ibu akan tetap merasakan kapan bayi ibu sedang meminta mimi. Maka kenalilah kondisinya, diantaranya; payudara ibu akan terasa kencang, sampai sampai ASI bercucuran keluar tanpa diperah. Dalam saat itulah, jangan ditunggu tunggu lagi, segeralah perah ASI kedalam botol, lalu simpan di freezer. Rupanya banyak ibu- ibu yang tidak menyadari kondisi seperti ini. Sehingga saya sering temui rekan kerja, bukan Cuma dalam satu perusahaan lho, yang membuang- buang ASI nya di toilet, mereka mengeluh sakit karena payudara yang bengkak karena tidak disusukan pada bayinya. Miris saya melihatnya.
  2. Kondisi seperti tertera dalam poin 1 diatas, akan terjadi beberapa kali dalam kurun waktu antara jam 7 sampai jam 5 sore. Sehingga proses memerah ASI pun bisa dilakukan sampai 5 kali. Cobalah, pasti ibu akan tercengang dengan hasil perahannya. Bisa sampai 2 botol, dengan masing masing botol berisi 240ml.!!
  3. Tentu untuk menghasilkan ASI seperti tersebut dalam poin 2 diatas, ibu harus banyak mengkonsumsi sayur mayur berwarna hijau, seperti daun katuk, daun papaya, dan lainnya selain susu khusus untuk ibu menyusui dan beberapa suplemen herbal penunjang.
  4. ASI hasil perahan di kantor hari ini adalah untuk konsumsi bayi di esok harinya. ASI yang seharian disimpan di freezer kantor yang sudah dalam kondisi membeku, tidak boleh dipanaskan secara langsung, tapi coba dicairkan dulu diluar lemari es, baru dipanaskan beserta botolnya, sampai terasa suam suam kuku.
Demikian, semoga bermanfaat.
Sumber : http//www..Eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar