Merajut Ukhuwah, Dalam Dakwah, Bernuansa Ilmiah

Merajut Ukhuwah, Dalam Dakwah, Bernuansa Ilmiah

Kamis, 22 Desember 2011

Dinar dan Dirham

Sistem Moneter Berbasis Emas dan Perak


Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda :


“Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham.”
(Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).


Umat Islam menggunakan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran sejak masa kekhalifahan Umar bin Khattab (642 M).  Penggunaan dinar dan dirham merupakan adopsi dari jaman Persia dan Romawi.

Dinar merupakan koin emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Sementara dirham merupakan koin perak murni dengan berat sekitar 3 gram. Ketentuan saat itu, berat 7 dinar setara dengan 10 dirham. Bentuk dinar dan dirham tidak berbeda jauh dengan uang logam yang ada sekarang. Hanya lebih tipis dan diameternya lebih besar.

Pada saat emas dan perak digunakan sebagai mata uang, tidak pernah ada masalah ekonomi yang besar berkaitan dengan moneter. Hal tersebut disebabkan karena emas dan perak mempunyai nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominalnya.

Masalah-masalah moneter mulai muncul semejak perjanjian Bretton Woods (1944) dilanggar. Perjanjian Bretton Woods merupakan persetujuan negara-negara di dunia mata akibat great depression 1920-1930 di mana uang kertas (dollar) dijaminkan dengan persediaan emas suatu negara. Pada saat itu $35 setara dengan 1 ons emas. Hal tersebut ditujukan untuk melindungi kesejahteraan dengan mendorong kesempatan kerja melalui mata uang dan liberalisasi perdagangan.

Pada tahun 1970-an, saat Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Richard Nixon, Amerika memutusakan perjanjian secara pihak. Mereka mulai mencetak uang sebanyak-banyak tanpa melihat cadangan emas yang ada. Hal tersebut jelas membuat Amerika kaya mendadak karena mereka bisa membeli apa saja dengan cara mencetak uang. Selembar uang $1 nilai intrisiknya (biaya produksinya) bahkan tidak mencapai 1 sen. Sehingga Amerika begitu mudahnya memproduksi berjuta-juta lembar dollar.

Wacana kembali ke mata uang emas dan perak sekarang mulai terdengar lagi. Saya pribadi sangat setuju mengenai ide ini, walau jelas tidak mudah mengimplementasikannya. Beberapa keunggulan mata uang dinar dan dirham :

  • Emas dan perak tidak hanya bisa digunakan sebagai alat pembayaran, namun juga bisa diperlakukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan bebas layaknya barang komoditas lainnya. Hal tersebut mengakibatkan dinar dirham memiliki nilai intrinsic (bawaan).
  • Dengan menggunakan mata uang berbahan emas dan perak, Negara-negara tidak bisa seenaknya mencetak uang sebanyak-banyaknya karena tergantung cadangan emas yang ada di egara itu sendiri. Indonesia tentu akan menjadi Negara yang kaya raya karena cadangan emasnya yang melimpah.
  • Sistem emas perak akan menjamin kestabilan moneter. Alasannya serupa dengan poin kedua di atas, karena negara tidak bisa seenaknya mencetak uang karena keterbatasan emas.
  • Sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antar-negara secara otomatis untuk mengoreksi ketekoran dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral.
  • Berapapun kuantitas uang yang ada di masyarakat, tidak akan mempengaruhi daya beli. Hal ini disebabkan karena emas perak menghindarkan perekonomian dari inflasi, yakni di mana mata uang terlalu banyak beredar di masyarakat sehingga harga menjadi naik dan daya beli menjadi turun.
  • Kurs nya stabil. Tidak seperti kurs dollar saat ini yang tidak menentu dan rawan terhadap kondisi politik suatu Negara.

Begitu banyak keuntungan menggunakan mata uang seperti dinar dirham dengan dasar sistem  emas perak. Kondisi ekonomi yang stabil jelas akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi setiap umat manusia. Kesejahteraan rakyat terjamin dan tidak ada ketimpangan antara Negara adidaya seperti Amerika Serikat dengan Negara emergence market seperti Indonesia.




Sumber-sumber referensi :
http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/11275-dirham-dan-dinar-mata-uang-di-era-kejayaan-islam.html
http://www.hudzaifah.org/Article173.phtml
http://www.dinarislam.com/tag/bretton-woods-agreement
http://yossyrahadian.wordpress.com/2007/08/27/sejarah-singkat-dinar-dirham/
http://www.madani-ri.com/2008/11/03/ekonomi-syariah-bretton-woods-ktt-asem-dan-as/
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/01/keunggulan-dinar-dirham/
http://pasardinar.com/2009/12/penerapan-dinar-dan-dirham-solusi-dalam-sistem-moneter-di-indonesia-tinjauan-perspektif-islam.html
http://hardisusandi.blogspot.com/2010/05/keunggulan-dinar-dirham-dalam-mengatasi.html
http://khilafahcenter.wordpress.com/2010/10/19/apa-kegunaan-dan-keuntungan-dinar-dan-dirham/

Sehelai Kain Kafan

Ia bergegas. Tangan kirinya menyingkap ujung sarungnya hingga beberapa inci dari mata kaki. Layaknya seorang penari memainkan satu komposisi. Berlenggak. Pinggulnya bergoyang ke kanan ke kiri, melangkah pasti sambil menjejaki jalan setapak perkampungan. Sementara lentik jemari tangan kanannya mengapit sisi bundelan kain agar tak tergelincir dari kepalanya
”Tukang bendring datang….”
Begitulah dulu. Kami. Anak-anak saat melihatnya dari jauh. Serentak kami meninggalkan permainan. Menyambutnya dengan gegap gempita sambil berharap ia akan menoleh. Kadang kala, kami membuntuti dari belakang, membayangkan sebuah baju baru. Tak jarang, ketika berpapasan, di antara kami berdesakan membisikinya, agar ia mau membujuk ibu untuk membeli baju dagangannya. Seperti biasa, ia hanya mengangguk disertai sungging senyum penuh harap. Ketika itulah, kami langsung menggiringnya masuk ke halaman rumah. Meski sebenarnya, sering ibu kami menyambutnya dengan wajah cemberut. Tak terkecuali ibuku, yang selalu takut. Bahkan, untuk menyambut.
Tukang bendring itu mendatangi kampung kami ketika pagi menjelang siang, saat bapak-bapak kami sedang berada di tegalan. Dan ia, bagi kami serupa seorang istimewa, yang selalu kami tunggu kehadirannya. Tetapi, sekali lagi, tidak bagi ibuku.
Ya. Bagi ibuku, ia tak lebih dari sesosok hantu, yang selalu membuat ibuku ketakutan setiap mendengar suara sumbangnya melengking parau dari balik pintu. Entah, setiap kali ia datang, senantiasa menjadi ancaman bagi ibuku. Barangkali, karena utang ibu belum lunas hingga membuat ibu waswas. Atau ibu khawatir keinginan untuk berutang baju baru lagi tak terkendali.
Untuk menghindari kedatangan, dan teriakannya yang sumbang itu. Banyak cara ibu lakukan. Kadang, ibu segera mengunci pintu halaman dari luar hingga ia mengira, ibu sedang bepergian. Kadang, ibu segera mengemasi baju-baju basah dari atas jemuran, serta sandal hingga suasana rumah terkesan sudah lama ditinggal bepergian oleh penghuninya. Kadang juga, ibu menandai bayangan tubuhnya saat berjalan menuju rumah kami. Biasanya, bentuk bayangannya lebih panjang. Dan yang khas, kalau bayangan itu adalah bayangan tukang bendring, adalah dari bentuk bayangan kepalanya yang lebih panjang dan lebar.

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA : WAKAF UANG


KEPUTUSAN FATWA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Tentang WAKAF UANG
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah Menimbang :
1. bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum diketahui, antara lain, adalah:
yakni “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tesebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada, “(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-Syarbaini. Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376);
atau “Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam” dan “Benda wakaf adalah segala benda, balk bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam” (KompilasiHukum Islam diIndonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4)); sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak sah;
2. bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “(QS. Ali Imron [3]:92).
2. Firman Allah SWT :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.• seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati ” (QS. al-Baqarah [2].261-262).
3. Hadis Nabis s.a.w.:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya ” (H.R. Muslim, alTirmidzi, al-Nasa’ i, dan Abu Daud).